( sebuah penyesalan yg indah )
Seperti biasa ketika hari Jum"at tiba kaum lelaki berbondong-bondong menunaikan ibadah Sholat Jum"at ke Mesjid, ketika ada seorang Sahabat sedang bergegas ke Mesjid di tengah jalan berjumpa dengan seorang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunya, lalu Sahabat ini dengan sabar dan penuh kasih membingbingnya hingga tiba di mesjid
Pada hari yang lain ketika waktu menjelang Shubuh dengan cuaca yang amat dingin, Sahabat tersebut hendak melaksanakan Jama"ah Sholat Subuh ke Mesjid, tiba-tiba ditengah jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil hampir mati kedinginan, kebetulan Sahabat tersebut membawa dua mantel, maka ia pun mencopot mantelnya yang lama untuk diberikan kepada lelaki tua tersebut dan mantelnya yang baru tetap ia pakai.
Pernah juga suatu ketika Sahabat tersebut pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar, kemudian sang istri menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging, namun tiba-tiba ketika hendak memakan roti yang sudah siap santap untuk dimakan tadi datanglah seorang musafir yang sangat kelaparan mengetuk pintu meminta makan, akhirnya roti yang hendak beliau makan tadi dipotong menjadi dua bagian.
Maka ketika Sahabat tersebut wafat, Rasulullah
Muhammad SAW datang, seperti yang telah biasa dilakukan beliau ketika
salah satu sahabatnya meninggal dunia Rasulullah mengantar jenazahnya
sampai ke kuburan. dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk
menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.
Kemudian Rasulullah berkata,” Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?”
Istrinya
menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur
nafasnya yg tersengal-sengal menjelang ajal” “Apa yg di katakannya?”
“saya tidak tahu, ya Rasulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan
sebelum wafat, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut.
Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang
terpotong-potong."
“Bagaimana bunyinya?” desak Rasulullah.
Istri
yg setia itu menjawab, “suami saya mengatakan “Andaikata lebih panjang
lagi… Andaikata yang masih baru.. Andaikata semuanya…”
Hanya itulah
yg tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan2 itu
igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan2 yg tidak selesai?”
Rasulullah tersenyum.”sungguh yg diucapkan suamimu itu tidak keliru,”ujarnya.
Jadi
begini. Pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk
melaksanakan sholat jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa degan orang buta yg
bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang
menuntun.
Maka suamimu yg membimbingnya hingga tiba di masjid.
Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan betapa
luar biasanya pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan
lebih panjang lagi”. Maksud suamimu, andaikata jalan ke masjid itu lebih
panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar lagi.
Ucapan lainnya ya Rasulullah?” tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi
menjawab,”adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat
hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi
ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat
seorang lelaki tua yg tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan.
Kebetulan
suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yg dipakainya. Maka ia
mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepad lelaki tersebut. &
mantelnya yang baru lalu dikenakannya.
Menjelang saat-saat terakhirnya,
suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal
& berkata, “Coba andaikan yg masih baru yg kuberikan kpdnya dan
bukan mantelku yg lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi”.Itulah yg
dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian, ucapannya yg ketiga, apa maksudnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri makin ingin tahu.
Degan
sabar Nabi menjelaskan,”ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang
dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan ? Engkau
menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun,
tatkala hendak dimakannya, tiba2 seorang musyafir mengetuk pintu dan
meminta makanan.
Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua
potong, yang sebelah diberikan kepad musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu
suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya
itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ‘ kalau aku tahu begini
hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata
semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat
ganda.
Sabahatku, coba kita lihat apa kata Al-Qur’an :
“Jika
kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri &
jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”.
(Al-Isra:7)